![]() |
| Ilustrasi (Foto: Unsplash) |
Muslimahkertas.web.id, Pemahaman tentang kesehatan dari perspektif Islam sering kali selaras dengan temuan medis modern. Salah satu pernyataan yang banyak menarik perhatian adalah hadis yang menyebut bahwa “perut adalah wadah yang paling buruk.”
Kalimat ini terdengar sederhana, tetapi mengandung pesan kesehatan yang sangat kuat, terutama ketika dikaitkan dengan penelitian tentang sistem pencernaan, hubungan usus dengan otak, dan dampaknya terhadap kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Hadis tentang perut: wadah yang buruk
Dalam salah satu riwayat, Rasulullah ﷺ menyebut bahwa perut adalah wadah yang paling buruk yang bisa dipenuhi manusia.
ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه
“Tiada tempat yang manusia isi yang lebih buruk ketimbang perut. Cukuplah bagi anak adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya) maka hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernapas.” (HR. Ahmad)
Pesan ini bukan sekadar ajakan untuk mengurangi makan, melainkan peringatan bahwa perut adalah tempat paling mudah menimbulkan masalah jika tidak dijaga.
Makanan yang masuk ke tubuh bukan hanya sekadar mengenyangkan, tetapi membawa efek langsung jangka panjang terhadap metabolisme, kesehatan organ, hingga kestabilan emosi seseorang.
Ketika perut diisi secara berlebihan, tubuh bekerja lebih keras, sistem pencernaan terbebani, dan penyakit mulai bermunculan tanpa disadari. Karena itulah hadis ini dianggap sebagai prinsip dasar gaya hidup sehat: makan secukupnya, bukan mengikuti hawa nafsu.
Perhatian Alquran menyebut perintah makan dengan kriteria halal dan thayyib
Dalam Alquran, perintah makan tidak hanya sekadar makanlah, tetapi selalu dibarengi dengan dua kriteria penting: halal dan thayyib.
Halal merujuk pada kejelasan sumber dan keamanannya, sementara thayyib menekankan aspek kualitas, kebersihan, dan manfaat bagi tubuh. Dengan kata lain, Islam tidak hanya mengatur apa yang tidak boleh dimakan, tetapi juga mendorong manusia memilih makanan yang baik, bergizi, dan tidak merusak tubuh dalam jangka panjang.
Kriteria halal dan thayyib ini menunjukkan bahwa makanan memiliki dampak langsung terhadap kesehatan fisik dan spiritual seseorang. Makanan yang halal tetapi tidak thayyib, misalnya berlebihan pengawet, jorok dalam penanganan, atau mengandung kadar gula berlebihan, tetap bisa membawa mudarat bagi tubuh.
Penekanan ini mengingatkan bahwa makan bukan sekadar aktivitas mengisi perut, tetapi bagian dari menjaga amanah kesehatan yang telah diberikan oleh Allah.
Ketika Islam menggabungkan perintah makan dengan standar halal–thayyib, ini sekaligus mengajarkan manusia untuk selektif. Apa yang masuk ke perut bukan hanya menentukan kondisi fisik saat itu, tetapi juga memengaruhi imunitas, metabolisme, dan keseimbangan tubuh secara keseluruhan.
Dengan memilih makanan yang benar, manusia tidak hanya menjalankan perintah agama, tetapi juga melindungi diri dari banyak penyakit yang sering kali bermula dari pola makan yang salah.
Perhatian Alquran menyebut perintah makan dibarengi wala tusrifu
Dalam Alquran, perintah makan sering kali tidak berdiri sendiri. Allah memerintahkan manusia untuk makan dari makanan yang halal dan baik, lalu langsung menegaskan, “dan jangan berlebihan” (wala tusrifu).
Ini menunjukkan bahwa bahaya justru datang bukan hanya dari apa yang dimakan, tetapi juga dari cara seseorang makan. Makan halal tetapi berlebihan tetap membawa mudarat bagi tubuh.
Ketika Alquran dan hadis sama-sama menekankan perut sebagai sumber masalah, kini kita tahu bahwa ilmu kedokteran pun melihat perut sebagai pusat kesehatan tubuh.
Temuan medis pertama: gut–brain axis
Ilmu kedokteran modern menemukan bahwa perut memiliki hubungan sangat erat dengan otak, dikenal sebagai gut–brain axis.
Artinya, kondisi usus mampu mempengaruhi suasana hati, kecemasan, kualitas tidur, fokus, dan emosi seseorang. Ini terjadi karena di dalam usus terdapat jaringan saraf kompleks yang sering disebut sebagai otak kedua. Ketika usus bermasalah, gangguan mental seperti stres, mudah marah, dan cemas sering ikut muncul.
Sebaliknya, kondisi psikis juga bisa memengaruhi usus. Itulah sebabnya stres bisa menyebabkan gangguan pencernaan seperti diare atau sembelit.
Penelitian juga menunjukkan bahwa makanan berlebih atau makanan yang tidak sehat dapat mengganggu mikrobiota usus, yaitu kumpulan bakteri baik yang menjaga kesehatan sistem pencernaan.
Ketika komunitas bakteri ini rusak, sinyal yang dikirim ke otak ikut terganggu. Maka tidak mengherankan jika Islam sejak awal mengingatkan bahwa perut adalah pusat dampak besar pada tubuh dan pikiran. Perut yang tidak dijaga bukan hanya membuat sakit fisik, tetapi juga memengaruhi kestabilan psikologis.
Temuan medis kedua: usus yang kotor memicu banyak penyakit
Dalam dunia medis, istilah “usus kotor” sering merujuk pada kondisi usus yang penuh sisa makanan, racun metabolik, bakteri patogen, atau peradangan kronis.
Usus yang terganggu seperti ini dapat memicu berbagai penyakit seperti irritable bowel syndrome (IBS), intoleransi makanan, perut kembung berkepanjangan, hingga risiko peradangan sistemik. Kondisi ini tidak selalu terjadi karena makanan yang salah, tetapi seringkali karena pola makan berlebihan dan tidak teratur.
Peradangan dalam usus dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Itulah mengapa ahli kesehatan menyebut bahwa sekitar 70% sistem imun manusia berada di usus.
Ketika usus terus bekerja keras akibat makanan berlebih, kemampuan bertahan tubuh menurun. Secara tidak langsung, ini membuktikan pesan Rasulullah: perut adalah wadah buruk jika diisi tanpa kendali, karena ia mampu memicu penyakit di berbagai organ lain.
Temuan medis ketiga: makan berlebihan merusak metabolisme
Salah satu temuan medis kuat lain adalah bahwa makan berlebihan secara konsisten dapat merusak metabolisme tubuh.
Beban berlebih pada pankreas membuatnya sulit mengontrol gula darah, sehingga risiko diabetes meningkat. Lemak menumpuk di hati dan menyebabkan fatty liver, sementara kadar trigliserida naik dan memicu penyakit jantung. Semua ini berawal dari satu kebiasaan sederhana: makan terlalu banyak.
Tubuh manusia sebenarnya dirancang untuk bekerja optimal dengan pola makan seimbang dan tidak berlebihan. Ketika seseorang makan lebih dari kebutuhan, tubuh harus menyimpan sisa energi sebagai lemak.
Jika terjadi terus-menerus, keseimbangan hormon rusak, metabolisme melambat, dan tubuh memasuki kondisi inflamasi. Inilah yang dimaksud dalam pesan dalam hadis, perut hanya menjadi wadah buruk ketika manusia memenuhi nafsu makan, bukan kebutuhan tubuh.
Temuan medis keempat: makanan tidak thayyib memicu banyak penyakit
Dalam dunia medis modern, semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa makanan yang tidak memenuhi standar “baik dan bersih” atau tidak thayyib, seperti makanan tinggi gula, tinggi lemak trans, penuh aditif, atau diproses berlebihan, berkontribusi besar terhadap berbagai penyakit kronis.
Konsumsi makanan ultra-proses yang tinggi membuat tubuh bekerja ekstra untuk mencerna zat-zat tambahan yang sebenarnya tidak dibutuhkan, sehingga meningkatkan risiko obesitas, diabetes tipe 2, dislipidemia, dan peradangan sistemik.
Para peneliti bahkan menyebut gangguan kesehatan ini sebagai penyakit gaya hidup, karena besar sekali dipengaruhi oleh apa yang masuk ke perut.
Makanan yang tidak thayyib juga cenderung mengganggu ekosistem mikrobiota usus, yang merupakan pusat imunitas tubuh. Ketika mikrobiota rusak akibat makanan yang buruk, bakteri jahat dan peradangan meningkat, sehingga tubuh lebih mudah terserang penyakit.
Dampaknya tidak hanya muncul pada organ pencernaan, tetapi juga bisa menjalar ke organ lain seperti hati, pankreas, dan pembuluh darah. Inilah yang menjelaskan mengapa pola makan yang buruk sering kali menjadi akar penyakit kronis yang berkembang diam-diam.
Konsep thayyib dalam Islam sebenarnya sudah menggambarkan prinsip makanan fungsional yang hari ini dipelajari dalam ilmu gizi modern, makanan yang tidak hanya halal, tetapi juga memberi manfaat bagi tubuh, tidak berlebihan dalam pengolahan, dan tidak mengandung zat yang membahayakan.
Ketika manusia mengabaikan prinsip ini dan lebih banyak mengonsumsi makanan yang tidak thayyib, tubuh perlahan kehilangan keseimbangannya.
Temuan medis kelima: pola makan Rasulullah terbukti selaras dengan prinsip kesehatan modern
Salah satu temuan menarik dalam dunia medis adalah bahwa pola makan yang sederhana, teratur, dan tidak berlebihan—seperti yang dicontohkan Rasulullah ﷺ ternyata sangat sesuai dengan prinsip kesehatan modern.
Rasulullah dikenal makan dalam porsi kecil, menghentikan makan sebelum kenyang, dan memilih makanan alami yang minim proses.
Cara makan yang seperti ini kini terbukti dapat menjaga kestabilan kadar gula darah, mencegah obesitas, serta menghindarkan tubuh dari stres metabolik yang muncul akibat pola makan berlebih. Para ahli gizi menyebut gaya makan seperti ini sebagai “mindful eating”, yaitu makan dengan kesadaran dan tidak berlebihan.
Rasulullah juga memiliki kebiasaan menyeimbangkan makanan yang dikonsumsi. Beliau lebih sering memilih makanan sederhana seperti kurma, gandum, air putih, susu, dan sayuran. Pola ini sangat dekat dengan konsep whole food dalam nutrisi modern, makanan yang alami, tidak diproses berlebihan, dan kaya nutrisi tanpa tambahan aditif.
Makanan alami seperti ini terbukti mendukung kesehatan usus, menjaga keseimbangan mikrobiota, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Banyak penelitian menunjukkan bahwa konsumsi makanan alami secara rutin menurunkan risiko peradangan, penyakit kronis, serta membantu tubuh bekerja lebih efisien.
Selain itu, Rasulullah memiliki kebiasaan makan pada waktu yang tepat dan tidak terus-menerus mengisi perut. Ini selaras dengan prinsip time-restricted eating atau pengaturan waktu makan yang kini banyak diteliti.
Pola makan yang memberi jeda cukup bagi pencernaan terbukti memberi kesempatan tubuh memperbaiki sel, menurunkan inflamasi, serta menstabilkan hormon metabolik.
Dengan kata lain, pola makan Rasulullah bukan hanya bernilai spiritual, tetapi juga terbukti secara ilmiah menjaga fungsi tubuh agar tetap optimal. Temuan medis modern ini mengonfirmasi bahwa pola makan beliau adalah salah satu contoh terbaik gaya hidup sehat yang seimbang.
Pada akhirnya, para ulama menjelaskan bahwa perut disebut wadah yang paling buruk bukan karena perutnya buruk, tetapi karena kebiasaan manusia memenuhinya secara berlebihan sehingga menimbulkan mudarat.
Apa pun yang masuk ke tubuh, baik itu berupa nutrisi, racun, mikroba, gula, lemak, atau bahan kimia, semuanya melewati sistem cerna dulu. Bila perut dipaksa bekerja terlalu keras, atau diisi makanan yang tidak thayyib, maka efeknya menjalar ke seluruh tubuh: inflamasi, gangguan pencernaan, resistensi insulin, penumpukan lemak, dan gangguan metabolik.
Karena itu, perut menjadi “wadah terburuk” apabila dipenuhi, tetapi dapat menjadi “wadah terbaik” yang menjaga tubuh jika dijaga kualitas dan porsinya. Misalnya makanan apa yang kita pilih, seberapa banyak kita makan, dan seberapa bersih kualitasnya.
Dengan demikian, perut adalah kunci. Sebab kita memahami bahwa menjaga perut berarti menjaga seluruh hidup kita. Semoga bermanfaat!

