![]() |
| Ilustrasi (Foto: Unsplash) |
Muslimahkertas.web.id, Dalam dunia UMKM, ada satu kesalahan yang hampir selalu berulang: banyak pemilik usaha terlalu bangga ketika melihat omset meningkat, namun tidak pernah benar-benar memahami apakah bisnisnya untung atau justru bekerja keras tanpa hasil. Dashboard toko online menunjukkan angka jutaan bahkan puluhan juta, tetapi saldo rekening tetap kering.
Fenomena ini sebenarnya sangat umum. Banyak orang mengira bahwa omset besar adalah tanda keberhasilan. Padahal, omzet hanyalah angka kotor, angka total penjualan sebelum biaya apa pun dikurangi. Yang menentukan sebuah bisnis sehat atau tidak justru sesuatu yang sering dilupakan, yakni margin.
Gambaran Margin dan Omzet
Margin adalah bagian keuntungan bersih yang benar-benar bisa digunakan untuk menggerakkan bisnis. Inilah napas yang menentukan apakah bisnis dapat bertahan, berkembang, atau justru tumbang perlahan.
Masalahnya, banyak bisnis mengejar omset tanpa memahami biaya tersembunyi yang terus menggerogoti margin: biaya bahan baku, pengemasan, resi dan logistik, potongan marketplace, paid ads, diskon promosi, hingga biaya tenaga kerja.
Itulah sebabnya ada toko dengan omzet 100 juta per bulan, tetapi margin hanya 5–10%. Setelah semua biaya dibayar, pemiliknya tidak merasakan apa-apa. Sementara itu, ada penjual lain yang omsetnya hanya 20–30 juta, namun karena marginnya sehat, ia lebih stabil, tidak stres, dan punya ruang untuk berkembang.
Sebagian besar UMKM memulai usaha dari modal kecil dan dikejar target penjualan. Ketika angka omset naik, secara psikologis itu terasa seperti kemenangan. Ada rasa bangga. Ada validasi sosial.
Tetapi angka omzet tidak pernah bercerita tentang kondisi keuangan sebenarnya. Angka itu tidak mencatat biaya diskon, voucher, cashback, potongan admin, komisi iklan, pengiriman, bahkan kerugian barang cacat.
Banyak pelaku usaha tidak sadar bahwa semakin besar mereka mengejar omzet, semakin besar pula biaya yang ikut naik. Termasuk biaya iklan, pajak, dan operasional. Tanpa margin yang cukup, peningkatan omzet justru memperbesar risiko bisnis, bukan menyehatkannya.
Bisnis tidak tumbuh karena omzet. Bisnis tumbuh karena kelebihan uang (surplus) yang bisa diputar kembali. Itulah margin.
Ciri-ciri Margin Sehat
Margin sehat membuat bisnis dapat:
- menambah stok tanpa utang,
- meng-upgrade kemasan,
- menambah varian,
- menambah tenaga kerja,
- meningkatkan kualitas,
- memperkuat branding,
- bertahan saat musim sepi.
Sementara bisnis yang margin-nya tipis akan selalu berada di ambang stres: sulit meningkatkan kualitas, sulit bersaing tanpa banting harga, dan selalu kehabisan modal.
Salah satu alasan margin pelaku UMKM sering tipis adalah karena mereka hanya berkompetisi harga.
Padahal di pasar manapun, produk yang sama bisa punya margin sangat berbeda. Bukan karena modalnya berbeda, tetapi karena value yang ditawarkan berbeda.
Ketika ingin meningkatkan penjualan, banyak usaha mengambil langkah-langkah yang sebenarnya menggerus margin tanpa disadari:
Misalnya promo besar-besaran di marketplace, pakai voucher gratis ongkir berlebihan, ikut flash sale yang hanya menguntungkan platform, bakar uang untuk iklan tanpa hitungan, menurunkan harga untuk menyaingi toko lain. Ini semua memperbesar omset, tapi sering membuat margin hilang.
Akhirnya, omset naik 2–3 kali lipat, tetapi keuntungan justru lebih kecil dibanding bulan-bulan sebelumnya.
Bisnis ibarat tubuh manusia. Omset seperti makanan yang masuk, tetapi margin adalah energi yang benar-benar bisa dipakai.
Kalau tubuh makan banyak tapi tidak menyerap nutrisi, itu bukan sehat, itu overload. Begitu pula bisnis.
Margin adalah nutrisi. Omset hanya volume makanan. Tanpa margin, bisnis tampak besar dari luar, tetapi rapuh dan lemah di dalam.
Cara Memperkuat Margin
Ada cara-cara sederhana namun sangat efektif untuk memperkuat margin:
- Menyesuaikan harga berdasarkan value, bukan sekadar mengikuti pesaing
- Mengurangi biaya kemasan tanpa menurunkan kualitas
- Mengurangi diskon dan hanya memberi promo yang membawa keuntungan
- Meningkatkan kualitas foto dan edukasi agar harga lebih diterima
- Fokus pada pelanggan loyal, bukan kejar jumlah pembeli baru
- Menjual paket bundling dengan margin lebih baik
Yang perlu digarisbawahi: meningkatkan margin tidak harus menaikkan omzet terlebih dahulu. Kadang hanya perlu memperbaiki cara menjual.
Pada akhirnya, bisnis yang kuat bukanlah bisnis dengan omzet terbesar, tetapi bisnis yang marginnya paling sehat.
Omset hanya angka. Margin adalah hasil. Dan hasil itulah yang menentukan apakah bisnis dapat bertahan, berkembang, dan memberi kesejahteraan untuk pemiliknya.
UMKM perlu mulai melihat dashboard bukan hanya dari “berapa penjualan hari ini?”, tetapi “berapa margin yang benar-benar masuk hari ini?”
Karena bisnis yang fokus mengejar omset mungkin terlihat hebat, tetapi bisnis yang fokus pada margin-lah yang benar-benar bertahan dan tumbuh. Semoga bermanfaat!

